Senin, 02 Januari 2017

Toleransi Atau Partisipasi ?

Oleh: Andriansyah

Berbagai konflik antar agama belakangan ini mulai sering terjadi. Berbagai pendapat dari para ahli bertebaran di media. Ada yang mengatakan karena tidak adanya toleransi antar agama adapula yang mengatakan karena pemahaman agama yang salah. Bila kita melihat berita-berita yang ditayangkan di media mainstream, memang kebanyakan solusi yang di tawarkan tidak jauh-jauh dari penekanan ber-toleransi antar umat beragama. Namun yang menjadi permasalahan serius sekarang, bukan saja bagi umat Islam, bahkan umat Kristen sekalipun, adalah penyelewengan makna istilah toleransi ini, sehingga menggiring kepada paham pluralisme yang mengikis keimanan paling dasar. 

Banyak orang terlena bahkan sampai latah memahami toleransi. Sampai-sampai antara toleransi dan adaptasi hampir tidak ada dinding pembatas, contoh kasus pada acara natal, sebagian muslim yang tidak paham toleransi, terjebak pada permainan makna toleransi sampai pada tahap partisipasi (ikut-ikutan). Mungkin bagi yang bangga dengan toleransi "versi" partisipasi ini akan merasa dirinya sudah sangat menghormati agama lain. Padahal, secara tidak langsung dia telah mengorbankan akidahnya sendiri lantaran mencapur adukkan yang haq dan yang batil. 

Dalam toleransi versi partisipasi ini sebenarnya terkandung pluralisme agama yang juga sudah difatwakan bertentangan dengan ajaran Islam oleh MUI pada 29 Juli 2005 lalu(lihat: Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS/VII/MUI/II2005 Tentang Pluralisme,Liberalisme dan Sekularisme). Namun ada saja tokoh Islam(?) yang masih mendukungnya. Beberapa nama tokoh Islam yang merupakan tokoh pendukung Liberalisme yang sepaket dengan Pluralisme ini seperti yang disebutkan oleh Greg Barton adalah: Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, Ahmad Wahib dan Djohan Efendi. Salah satu atau bahkan keempat nama tersebut pasti salah sudah tidak asing ditelinga kita. 

Yang lebih mengherankan lagi bagi penulis adalah isi pidato Kiai Haji Abdurrahman Wahid saat malam Perayaan Natal Bersama, 27 Desember 1999: “Bagi saya, peringatan Natal adalah peringatan kaum Muslimin juga. Kalau kita konsekuen sebagai seorang Muslim merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad saw., maka adalah harus konsekuen merayakan malam Natal”. Bisa dibayangkan bagaimana pengaruh seorang presiden ketika mengucapkan hal yang demikian berbahayanya bagi akidah umat Islam. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam buku Adian Husaini, Gus Dur Kau Mau Kemana: Telaah Kritis Atas Pemikiran dan Politik Keagamaan Presiden Abdurrahman Wahid, DEA Press, Jakarta, 2002. 

Toleransi seperti ini, menurut hemat penulis sebenarnya telah melampaui jatahnya sebagai makna toleransi itu sendiri. Pembawaan Pluralisme dalam pemaknaan Toleransi pun sudah tidak bisa diterima. Karena pada hakikatnya kedua istilah ini sudah memiliki pengertiannya masing-masing. Bahkan, Prof. Franz Magnis Suseno, seorang tokoh Katolik terkenal di Indonesia menolak paham pluralisme dan menjelaskan makna toleransi yang lebih bisa diterima. Dia mengatakan "Toleransi tidak menuntut kita semua menjadi sama, mari kita bersedia saling menerima. Toleransi yang sebenarnya berarti menerima orang lain, kelompok lain, keberadaan agama lain, dengan baik, mengakui dan menghormati keberadaan mereka dalam keberlainan mereka! Toleransi justru bukan asimilasi, melainkan hormat penuh identitas masing-masing yang tidak sama." Dari penjelasan Prof. Franz Magniz dapat dipahami bahwa toleransi ini bukan berarti harus mengakui bahwa semua sama atau disamakan, tetapi mampu menghormati dalam perbedaan. 

Dr. Adian Husaini dalam bukunya “Islam Liberal, Pluralisme Agama & Diabolisme Intelektual” Beliau menjelaskan “Kita bisa menunjukkan banyak ayat Al-Qur’an yang memberikan kritik keras terhadap keyakinan kaum Kristen terhadap Yesus. Sejak awal mula, Rasulullah saw. sudah menunjukkan sikap kritis semacam itu. Namun, pada saat yang sama, Islam juga mengakui eksistensi kaum Kristen, dan tidak diperbolehkan menganiaya mereka karena perbedaan agama.” Maka, cukuplah toleransi itu menghargai eksistensi perbedaan tanpa perlu ikut-ikutan apalagi mencampur adukkan agama!

Posting Komentar

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search