Senin, 28 Maret 2016

Tidak Mungkin Netral

 

Oleh: Andriansyah


Netral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna:  tidak berpihak (tidak ikut atau tidak membantu salah satu pihak) [Sumber: http://kbbi.web.id/netral]. Berdasarkan makna ini, netral secara gamblang bisa di pahami tidak memihak dan bebas dari kepentingan (tidak ada kepentingan). Sekilas dengan makna ini netral bisa menjadi mantra ampuh untuk menyelesaikan permasalahan orang yang berselisih dan negara yang berperang. Caranya cukup mudah, labeli saja bahwa anda adalah orang yang netral dan tidak akan memihak salah satu, sim salabim bagi orang yang lugu akan langsung mempercayai anda dan menyerahkan penyelesaian masalah kepada anda.

Ibarat sabda tanpa nabi. Netral telah membius ke dalam pemikiran banyak orang di dunia saat ini dan menjadi senjata ampuh sekaligus senjata makan tuan. Orang ketiga jika dimaknai dalam suatu hubungan akan terkesan negatif, namun uniknya dengan imbuhan netral, hal ini berbalik 180 derajat. Muncul pertanyaan, “kenapa harus netral?” berbagai jawaban tentu akan muncul. Namun jika di telaah lebih dalam, alasan memilih netral dan tidak berpihak ini adalah tidak adanya kepentingan terkait sesuatu dan demi keadilan. Dengan tidak adanya kepentingan, maka akan berujung dari tidak adanya pengaruh nilai-nilai ideologi. Nilai-nilai disini dimaknai sebagai “the idea of right or wrong, good or bad, true or false”.  Jadi tanpa pengaruh ideologi, akan dianggap tidak memihak ideologi tertentu yang mempengaruhi konsep kebenaran atau kesalahan. Seiring dengan makna demikian, ada juga sebagian orang yang memahami netral identik dengan adil. Sehingga adil pun dimaknai sama rata tidak memihak yang sebenarnya keliru. Hal seperti ini patut menjadi pertanyaan, apa mungkin manusia bisa tidak berpihak? Mungkinkah manusia bisa terbebas dari pemahaman akan nilai-nilai ideologinya?

Dalam istilah yang lebih ilmiah netral bisa dimaknai objektif. Objektif bermakna menilai sesuatu sesuai dengan objeknya yang sebenarnya tanpa di pengaruhi pandangan pribadi. Berarti, suatu objek yang memberikan pengertian bahwa -misalnya- itu adalah batu adalah batu itu sendiri. Bukan peneliti, karena batu itu adalah hakikatnya sebagai batu. Dalam sudut pandang objektif, peneliti tidak terpengaruh oleh nilai-nilai ideologinya dalam hasil penelitiannya alias netral. Benarkah demikian?

Secara logika sederhana, sangat tidak mungkin untuk netral dalam artian tidak berpihak. Kenapa? Karena tidak berpihak itu sendiri adalah keberpihakan. Contohnya begini, antara A dan B berselisih pilihan antara jalan kanan atau kiri. Kemudian datanglah C yang menyakini dirinya adalah pihak netral dan mencoba memberi solusi perselisihan A dan B, dengan bangganya C menyeru untuk memilih jalan tengah saja dengan alasan dirinya tidak berpihak pada keduanya. Namun, seruan C untuk memilih jalan tengah, apa bisa dikatakan tidak berpihak dan bebas dari kepentingan? Apakah jalan tengah itu bukan “jalan”? apakah C bebas dari kepentingan?

Benar C bebas dari kepentingan A atau B, namun apakah C bebas dari kepentingan dirinya? Jika seperti itu yang dimaksud netral, maka boleh-boleh saja dalam pengertiannya si C memang tidak berpihak kepada A dan B, namun pada hakikatnya C berpihak kepada dirinya sendiri dengan menunjukkan jalan lain yang juga kepentingannya dan meninggalkan kepentingan A dan B. Jika sebelumnya A dan B berselisih antara memilih jalan kanan atau kiri, C yang menunjukkan jalan tengah dengan dalih itu netral, bukankah Jalan tengah itu juga jalan yang hanya beda nama dengan kiri dan kanan? Berarti, pada dasarnya C juga berpihak tapi bukan kepada A (kanan) atau B (kiri) melainkan ke C (tengah).

Memilih Untuk Berpihak

Tahun 2013 lalu, ada sebuah kasus yang lumayan menggelitik. Tepatnya saat salah seorang wartawan senior dari The Jakarta Post melempar pernyataan ngawurnya. dikutip dari Nahimungkar.com, Endi Bayuni sang wartawan The Jakarta Pos mengatakan “Jurnalis harus mengabaikan imannya sendiri ketika menulis. Namun sayangnya kesadaran tersebut baru tertanam dalam diri sebagian kecil jurnalis saja, dan belum sampai pada level lembaga atau media”, jelasnya saat peluncuran buku “Jurnalisme Keberagaman: Sebuah Panduan Peliputan”, diterbitkan oleh Serikat Jurnalis Keberagaman (Sejuk), di Jakarta, Rabu, (08/05/2013) seperti dikutip UCANews. Hal ini mendapat tanggapan dari Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi dikatakan “Betul ia bisa netral dari agama tapi tidak netral dari paham,  orientasi dan kecenderungan sekular dan liberal,“ ujarnya seperti dilansir hidayatullah.com. Dr. Hamid juga menegaskan tragedi pelepasan Iman ini “Kalau iman dilepas dia tidak netral juga karena dia akan akan jadi kafir dan cara pandangnya pun jadi Atheis.”

Ketika seseorang berada diantara keburukan dan kebaikan, dalam sudut netralitas, dia tidak boleh memihak salah satu antara keduanya. Itulah kemunafikan. Untuk membenarkan kemunafikan ini, di rancanglah mantra-mantra ­manis pembius keimanan seperti:  “supaya adil jangan lah memihak sebelah pihak, kan kasian pihak yang tidak ada yang bela”. Atau jika terkait ilmu sering terdengar kalimat seperti ini “ilmu itu kan netral, jangan terpengaruh dogma atau agama, nanti tidak objektif karena sudah terpengaruh pemahaman lain”. Sekilas terlihat ilmiah dan sangat menjanjikan kualitasnya. Seolah agar teruji bersih dari pengaruh pemahaman lain, kita di giring untuk tidak berpihak yang sebenarnya juga berpihak kepada ketidakberpihakan!

Allah mengingatkan kita tentang ungkapan yang manis tapi menipu dalam surat Al-An’am ayat 112: “Setiap nabi Kami hadapkan dengan musuh-musuh yang jahat, dari golongan manusia dan jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain  perkataan-perkataan manis yang penuh tipuan”.

Intinya sangat simple, jika anda tidak memihak Tuhan, anda pasti akan memihak Setan, tidak perlu berdalih netral agama. Jika bukan surga ya pasti neraka, tidak ada pilihan dihari akhir masuk pertengahan antara surga atau neraka. Jadi sebenarnya, manusia hanya akan lari dari satu pihak ke pihak yang lain. Istilah netral hanyalah sebuah ilusi pembodohan pemikiran. Membuat kebenaran dan kesalahan menjadi tidak jelas. Netral adalah salah satu metode efektif penggiringan manusia beragama menjadi tidak beragama (netral agama). Sangatlah rugi jika terdapat pilihan antara yang baik dan benar, tapi kita memilih netral dengan rayuan tidak berpihak. Padahal sebenarnya logikanya sangat sederhana, jika tidak baik ya buruk, begitupun sebaliknya. Jika hidup adalah pilihan, pilihlah yang baik, tidak perlu netral memdiamkan yang baik. Berhati-hati dengan dalih netral yang menyesatkan, jangan buang kesempatan untuk memilih yang baik. Berpihaklah! Berpihaklah kepada kebenaran!

Posting Komentar

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search